Headlines

BERITA PELAYARAN

BERITA PENDIDIKAN

BUKU PELAUT

» » REVIEW OF MARITIME TRANSPORT 2017 : PELABUHAN ASIA DOMINASI ARUS PETI KEMAS DUNIA


Kenaikan tipis volume perdagangan dunia pada tahun 2016 tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya operasional pelabuhan, sehingga menggerus kinerja pelabuhan-pelabuhan di dunia. Demikian catatan penting dari Review of Maritime Transport 2017 yang baru saja dirilis UNCTAD.

Tren menurunnya kinerja di atas terjadi sepanjang 2016 dan sampai medio 2017 pada seluruh pelabuhan di dunia, terutama yang menangani kargo peti kemas. Pelabuhan peti kemas terus kedatangan kapal-kapal dengan ukuran yang semakin besar, perubahan rute kapal (dari jalur utama ke rute sekunder), peningkatan jadwal pelayaran, peningkatan aktivitas konsolidasi kargo, perubahan aliansi operator pelayaran, dan peningkatan ancaman cyber security. Semua faktor ini membuat biaya pelabuhan meningkat, baik pada biaya modal karena investasi sistem, sarana dan suprastruktur pelabuhan, maupun biaya operasional.

Untuk tahun 2016, UNCTAD memperkirakan throughput (arus keluar masuk) peti kemas dunia meningkat tipis sebesar 1,9 persen, dengan volume total mencapai 699,7 juta TEUs. Sebanyak 76 persen darinya berupa kontainer yang terisi, dan sisanya, 24 persen, merupakan peti kemas kosong (Drewry Maritime Research, 2017a). Sementara arus peti kemas transhipment diperkirakan sebesar 26 persen.

Gamba 1. Arus Peti Kemas Dunia
Secara sebaran regional (gambar 1), pelabuhan-pelabuhan peti kemas di kawasan Asia menangani 64 persen dari total throughput dunia, dengan dominasi pada Asia Timur dan Asia Tenggara. Sisanya, ditangani oleh pelabuhan-pelabuhan di Eropa (16 persen), Amerika Utara (8 persen), Amerika Tengah dan Selatan (6 persen), Afrika (4 persen) dan Oseania (2 persen).


Tabel 1
Tabel 1 memperlihatkan peringkat 40 pelabuhan pada tahun 2016 berdasarkan volume peti kemas yang ditanganinya. Secara bersama-sama, ke-40 pelabuhan ini menangani volume peti kemas sebesar 415,9 juta TEUs, hampir 60 persen dari total dunia. Pelabuhan-pelabuhan yang berada pada 10 peringkat teratas, terutama yang berada di Asia, menangani hampir sepertiga volume peti kemas.

Dari tabel peringkat pelabuhan di atas, hanya 21 pelabuhan yang mengalami peningkatan volume di atas 1 persen. Kenaikan terbesar dicatat oleh Piraeus (14,1 persen), Kelang (10,7 persen) yang menyalip posisi Rotterdam di posisi kesebelas, Colombo (10,6 persen), dan Cat Lai (Ho Chi Minh City) sebesar 10 persen.

Pelabuhan Tanjung Priok mengalami peningkatan throughput sebesar 6 persen menjadi 5.5 juta TEUs, dan berada di peringkat ke-26. Tanjung Priok menyalip posisi Bremerhaven (Bremen, Jerman), namun keduanya disalip oleh Colombo (Srilangka).

Dominasi Global Terminal Operator
Pengelolaan pelabuhan peti kemas di dunia umumnya dominasi oleh Global Port and Terminal Operator, lazimnya disebut GTO (Global Terminal Operator). GTO adalah perusahaan multinasional yang berinvestasi dan mengelola terminal dan atau terminal peti kemas. Mereka beroperasi di banyak negara dan mengelola lebih dari satu terminal dari berbagai negara, melalui skema konsesi atau kerjasama dengan perusahaan lokal. Contoh GTO yang beroperasi di Indonesia adalah Hutchison Port Holdings (Kerjasama dengan Pelindo 2 di terminal JICT, Tanjung Priok), dan DP World (Kerjasama dengan TPK Surabaya, Tanjung Perak).

Tabel 2
Pada tahun 2015, throughput peti kemas dari terminal/pelabuhan yang dikelola GTO mencapai 65 persen dari total throughput dunia. Sisanya berasal dari terminal/pelabuhan yang dikelola perusahaan lokal (18 persen) dan pemerintah (19 persen). Peringkat GTO berdasarkan volume throughput peti kemas pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.
Sumber : jurnalmaritim.com

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply

/ / REVIEW OF MARITIME TRANSPORT 2017 : PELABUHAN ASIA DOMINASI ARUS PETI KEMAS DUNIA


Kenaikan tipis volume perdagangan dunia pada tahun 2016 tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya operasional pelabuhan, sehingga menggerus kinerja pelabuhan-pelabuhan di dunia. Demikian catatan penting dari Review of Maritime Transport 2017 yang baru saja dirilis UNCTAD.

Tren menurunnya kinerja di atas terjadi sepanjang 2016 dan sampai medio 2017 pada seluruh pelabuhan di dunia, terutama yang menangani kargo peti kemas. Pelabuhan peti kemas terus kedatangan kapal-kapal dengan ukuran yang semakin besar, perubahan rute kapal (dari jalur utama ke rute sekunder), peningkatan jadwal pelayaran, peningkatan aktivitas konsolidasi kargo, perubahan aliansi operator pelayaran, dan peningkatan ancaman cyber security. Semua faktor ini membuat biaya pelabuhan meningkat, baik pada biaya modal karena investasi sistem, sarana dan suprastruktur pelabuhan, maupun biaya operasional.

Untuk tahun 2016, UNCTAD memperkirakan throughput (arus keluar masuk) peti kemas dunia meningkat tipis sebesar 1,9 persen, dengan volume total mencapai 699,7 juta TEUs. Sebanyak 76 persen darinya berupa kontainer yang terisi, dan sisanya, 24 persen, merupakan peti kemas kosong (Drewry Maritime Research, 2017a). Sementara arus peti kemas transhipment diperkirakan sebesar 26 persen.

Gamba 1. Arus Peti Kemas Dunia
Secara sebaran regional (gambar 1), pelabuhan-pelabuhan peti kemas di kawasan Asia menangani 64 persen dari total throughput dunia, dengan dominasi pada Asia Timur dan Asia Tenggara. Sisanya, ditangani oleh pelabuhan-pelabuhan di Eropa (16 persen), Amerika Utara (8 persen), Amerika Tengah dan Selatan (6 persen), Afrika (4 persen) dan Oseania (2 persen).


Tabel 1
Tabel 1 memperlihatkan peringkat 40 pelabuhan pada tahun 2016 berdasarkan volume peti kemas yang ditanganinya. Secara bersama-sama, ke-40 pelabuhan ini menangani volume peti kemas sebesar 415,9 juta TEUs, hampir 60 persen dari total dunia. Pelabuhan-pelabuhan yang berada pada 10 peringkat teratas, terutama yang berada di Asia, menangani hampir sepertiga volume peti kemas.

Dari tabel peringkat pelabuhan di atas, hanya 21 pelabuhan yang mengalami peningkatan volume di atas 1 persen. Kenaikan terbesar dicatat oleh Piraeus (14,1 persen), Kelang (10,7 persen) yang menyalip posisi Rotterdam di posisi kesebelas, Colombo (10,6 persen), dan Cat Lai (Ho Chi Minh City) sebesar 10 persen.

Pelabuhan Tanjung Priok mengalami peningkatan throughput sebesar 6 persen menjadi 5.5 juta TEUs, dan berada di peringkat ke-26. Tanjung Priok menyalip posisi Bremerhaven (Bremen, Jerman), namun keduanya disalip oleh Colombo (Srilangka).

Dominasi Global Terminal Operator
Pengelolaan pelabuhan peti kemas di dunia umumnya dominasi oleh Global Port and Terminal Operator, lazimnya disebut GTO (Global Terminal Operator). GTO adalah perusahaan multinasional yang berinvestasi dan mengelola terminal dan atau terminal peti kemas. Mereka beroperasi di banyak negara dan mengelola lebih dari satu terminal dari berbagai negara, melalui skema konsesi atau kerjasama dengan perusahaan lokal. Contoh GTO yang beroperasi di Indonesia adalah Hutchison Port Holdings (Kerjasama dengan Pelindo 2 di terminal JICT, Tanjung Priok), dan DP World (Kerjasama dengan TPK Surabaya, Tanjung Perak).

Tabel 2
Pada tahun 2015, throughput peti kemas dari terminal/pelabuhan yang dikelola GTO mencapai 65 persen dari total throughput dunia. Sisanya berasal dari terminal/pelabuhan yang dikelola perusahaan lokal (18 persen) dan pemerintah (19 persen). Peringkat GTO berdasarkan volume throughput peti kemas pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.
Sumber : jurnalmaritim.com

«
Next

Posting Lebih Baru

»
Previous

Posting Lama

About SMK PELAYARAN HANG TUAH KEDIRI

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

Tidak ada komentar :

Leave a Reply